( Bapak Danarto )
Danarto memberikan
tema social, agama dan budaya dalam cerpen Kecubung Pengasihan ini. Banyak
pembagian dari tema sosial tersebut diantaranya, kultur masyarakat Indonesia
pada sekitar tahun 1965 (karena cerpen ini dibuat pada tahun 1968) yang masih
berada di bawah garis kemiskinan; agama (pencarian hakikat ketuhanan), kebaikan
dan keburukan dalam kehidupan, kritikan pada suatu keadaan masyarakat dan
sebagainya.
Danarto adalah
penulis yang suka membicarakan hal-hal serius dengan cara yang santai. Hal ini
terlihat dari cara bercerita dalam cerpennya. Ia menggambarkan kesantaiannya
dengan kejadian bunga-bunga yang dapat berbicara dan berkomunikasi dengan
perempuan hamil itu. Sungguh imajinatif. Namun, sebenarnya di balik itu ada hal
serius yang ingin dikemukakan oleh Danarto, seperti pengorbanan, dan
kesengsaraan misalnya. Bunga-bunga itu rela berkorban dimakan si perempuan,
demi reinkarnasi yang begitu abstrak.
Ketidakmampuan
perempuan bunting itu dalam mencari makanan menunjukkan betapa sengsaranya
masyarakat kalangan bawah pada masa itu. Hal ini dikaitkan dengan tahun
dibuatnya cerpen. Pada tahun sekitar itu, adalah masa krisis moneter parah di
Indonesia. Saat itu Indonesia mengalami inflasi, sampai-sampai menteri ekonomi
mengadakan program sanering (pemotongan uang).
Kesabaran perempuan
bunting dalam menghadapi kesengsaraan hidup akhirnya menghasilkan suatu
kebahagiaan yang baginya lebih hakiki dibandingkan kebahagiaan di dunia.
Kebahagiaan ini digambarkan dengan bertemunya perempuan bunting itu dengan
banyak laki-laki yang ternyata semua lelaki tersebut adalah orang istimewa.
Keistimewaan para lelaki tersebut seperti keistimewaan para nabi. Penderitaan
dan kesengsaraan yang didapatnya di dunia semakin membuatnya merindukan Tuhan.
Kepasrahannya terhadap hidup, membuat kerinduannya terhadap Tuhan pun
tersampaikan juga. Ia akhirnya meninggal, dan bertemu dengan Tuhannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar